Selasa, 26 Desember 2017

SELAMAT NATAL IBU, TAHUN INI AKU TIDAK PULANG

Aku merenung sejenak menatap lampu jalanan yang sudah mulai menyala. Ku susuri perlahan trotoar berdebu itu dengan perlahan tanpa berniat untuk cepat-cepat segera berlalu. Sementara itu suara adzan maghrib sudah menghiasi langit sore yang cerah itu. Aku masih ingin tetap menikmati sore ini, namun aku tak tahu bagaimana caranya. Malam ini adalah malam Natal. Tapi aku tak merasakan itu akan segera terjadi. Hati ku masih beku dan lidah ku rasanya kelu untuk berbicara sekata pun. Aku hanya tahu, malam ini Christmas Eve dan aku ingin menghadiri misa malam Natal. Ku lirik jamku, masih setengah tujuh sore, kebaktian baru dimulai pukul setengah delapan malam. Ku nikmati suasana jalanan yang ramai sambil menunggu waktu itu. Di sini aku teringat rumah ku, tanah kelahiranku. Selalu terbayang malam Natal yang indah dengan bintang-bintang ramah berkelap-kelip menemani malam Natal. Dan di telingaku selalu berdentang lonceng Gereja yang bertalu-talu silih berganti dari semua penjuru. Namun disini suasana syahdu itu tak ku dapatkan, tiga tahun aku merindukan suasana Natal desa kecil ku. Sesudah itu aku melanjutkan langkahku. Aku berbelok ke kanan menuju jalan kecil ke arah gereja. Pada tikungan pertama terdapat gereja megah tempatku beribadah malam ini.Gereja Batak yang berdiri yang tidak jauh dari kampus UKI. Saat aku berjalan perlahan memasuki gerbang gereja, jemaat sudah mulai memenuhi tempat duduk dalam gereja. Sementara parkiran penuh dengan mobil mewah dan sepeda motor. Para penerima tamu telah berdiri menyongsong setiap jemaat yang datang. Tampak sukacita tergambar di wajah-wajah mereka. Kurasa hanya aku yang murung dalam sukacita Natal ini. Dalam hati ku tekadkan untuk mencari makna sesungguhnya dari malam Natal ini. Aku malu, malu kepada Tuhanku. Aku tak ingin Natal tahun ini ku nodai dengan perbuatan ku yang tidak layak disebut sebagai orang Kristen. Misa Natal berjalan dengan khidmat. Semuanya kumaknai dengan kasih dari Tuhan yang nyata melalui kedatangan Yesus Kristus Sang Juru Selamat. Dalam jiwaku bergejolak sebuah penyesalan yang dalam, sementara itu aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Hanya penyesalan dan sukacita yang ada dalam jiwaku. Malam telah larut saat misa malam Natal usai. Semuanya kembali dengan membawa sukacita yang baru. Bersalam-salaman dalam damai dan sukacita yang indah. Semuanya tertawa, tersenyum saling memberikan ucapan syukur dan selamat Natal. Namun di balik itu semua jauh di dalam lubuk hati ku ini, terbayang wajah ibuku, wajah saudara-saudara ku. Aku melihat wajah seorang ibu yang sudah mulai tua, dalam kerinduan berdiri di depan pintu memandang ke ujung jalan. Gerangan ada kah salah seorang dari ketiga anaknya akan pulang merayakan Natal tahun ini. Ini Natal ku yang ketiga tanpa kehadiran ibu dan saudaraku di sampingku. Dapat kulihat dengan jelas rumah kami yang sederhana itu semakin sepi penuh kerinduan. Aku mendapatkan rasa sepi itu. Rasa sepi namun penuh dengan sukacita pengharapan. Aku hanya bisa berharap tahun depan aku akan pulang untuk merayakan natal bersama mereka. Aku teringat dengan isi pembicaraan ku dengan mama di telepon beberapa hari yang lalu. Ku rasakan kesepian itu semakin dalam intonasi suaranya. “ Ma, mungkin tahun depan aku baru bisa pulang untuk merayakan natal, doakan saja semuanya sehat-sehat saja.” “ Baiklah, mama berharap kalian bertiga juga bisa pulang bersama-sama dan kita bisa berkumpul lagi.” “ Semoga saja ma, tapi tahun ini aku tidak bisa pulang.” Kudengar keiklasan yang dalam dari kata-katanya. Serta sebuah pengharapan. Dan aku juga berharap semua itu terjadi, kami berkumpul kembali merayakan Natal bersama-sama.
Aku ingin berteriak ke seluruh jagad raya. Ingin kusampaikan kerinduan ini dan kuteriakan “ SELAMAT NATAL DUNIA…!!!”. dalam taksi yang sepi itu aku berbisik di dalam hati, “ Selamat Natal Ma, tahun ini aku tidak pulang.”

Jumat, 18 April 2014

Jalan Salib: Antara Kuasa, Kasih, dan Kesukaran

Suatu kali seseorang mengajukan pertanyaan “mudahkah bagi Tuhan Yesus untuk menjalani hidupNya selama di bumi sebagai manusia?” – berbagai jawaban diajukan. Ada yang menjawab “mudah” karena Dia TUHAN, Dia bisa melakukan apa saja – namun ada yang menjawab “tidak mudah” dengan alasan-alasan yang tidak cukup jelas bagi saya sebagai pendengar. Merenungkan tentang hari-hari sengsara Tuhan Yesus, menjelang dan saat penyalibanNya, saya kembali terbawa , kepada pertanyaan yang sama tersebut, “mudahkah bagi YESUS untuk menjalani hidupNya, khususnya menjalani masa-masa sengsaraNya?” Saya mulai dengan menyelusuri pertanyaan umum, “Bagaimana kita dapat mengetahui seseorang itu sedang mengalami kesukaran atau sedang menikmati hidupnya?” – jawabnya adalah dari ekspresi emosional yang dimunculkan orang tersebut. Air mata, keluh kesah, dan kemarahan adalah emosi negatif yang muncul sebagai ekspresi dari kesusahan yang dialami seseorang, sementara tawa canda riang dan humor mengekspresikan kebahagiaan dan kesukaan hidup yang sedang dijalani seseorang. Dalam hidupnya, Alkitab mencatat kepribadian dan sikap yang tenang dan damai dalam diri Yesus Kristus. Sebagai seorang anak usia 12 tahun, Dia dengan tenang menikmati diskusi dengan ahli-ahli Taurat dan Imam-imam di Bait Suci di Yerusalem. Sebagai seorang yang dewasa, seorang Rabi, Dia pun memiliki ketenangan batin yang tidak terkalahkan oleh badai ancaman dan jebakan orang-orang fairsi dan ahli-ahli Taurat yang dengki dan membenci Dia. Yesus tegas namun juga lembut dan tenang. Namun beberapa kali Alkitab menggambarkan emosi negatif yang dimunculkan Tuhan Yesus. Dia marah saat melihat orang-orang menajiskan Bait Suci dengan berjualan dan bertukar uang (istilah untuk perjudian) di sana. Dia menangis sewaktu Lazarus adik dari Martha dan Maria mati. Dia menangisi kota Yerusalem dengan orang-orang di dalamnya yang keras hati. Dia berpeluh dan mengalami ketegangan yang luar biasa malam menjelang penangkapannya di taman Getshemani. Ia berlutut dan berdoa, kataNya “Ya Bapa-ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku, tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi.” Maka seorang malaikat dari langit enapakkan diri kepadaNya untuk memberi kekuatan kepada-Nya. Ia sangat ketakutan dan akin bersungguh-sungguh berdoa. PeluhNya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah. (Lukas 22:41-44). Alkitab dengan jujur menyatakan, ada kegalauan dan ketakutan yang dialami Tuhan Yesus! Bagaimana bisa? Ya, sangat bisa, karena ia dalam inkarnasi menjadi manusia seutuhnya, dengan emosi yang kudus, namun emosinya utuh selayaknya manusia biasa, ia bisa merasa takut dan tegang! Dalam inkarnasiNya sebagai manusia, Tuhan membatasi KuasaNya, artinya hal-hal buruk yang tidak mungkin dialami-Nya sebagai Tuhan, dan yang tak pernah dialamiNya selama ia ada di TahtaNya, hal-hal buruk yang hanya diperuntukkan bagi manusia sebagai konsekuensi dosa manusia, kini harus dijalani Tuhan Yesus demi manusia, Dia menanggung hukuman dosa manusia yang tidak pernah dilakukanNya! Ketakutan dan ketegangan Tuhan Yesus bukan sesuatu yang biasa. Peluh yang mengalir bagaikan titik-titik darah diduga sebagai akibat dari pecahnya pembuluh darah akibat rasa tegang yang amat sangat. Ketakutan akan penderitaan fisik akibat aniaya yang akan dihadapiNya dan penderitaan rohani terputusnya kontakNya dengan Bapa saat Ia menjalani hukuman dosa manusia. Banyak orang yang masih beranggapan bukan sakit fisik tersebut yang ditakutkanNya. Bagi saya pemikiran tersebut benar-benar mengabaikan aspek kemanusiaan sejati Tuhan Yesus. Manusia mana yang tidak akan gelisah jika tahu sebentar lagi dagingnya akan diiris-iris, ditikam dalam jangka waktu lama, dan digantung dalam kondisi dipaku? Jika untuk menghadapi saat-saat operasi saja kita mengalami kegelisahan, operasi yang dibantu oleh obat bius pengurang rasa sakit, apalagi tikaman, cambukan dengan pisau tajam, dan digantung dengan tubuh ditusuk paku besar selama berjam-jam tanpa obat pengurang rasa sakit! Ketakutan Tuhan Yesus itu manusiawi. Ketakutan Tuhan Yesus menjadi berlipat ganda dengan adanya realita Dia akan berpisah dengan Bapa saat Ia menjalani hukuman dosa manusia tersebut. Bayangkanlah seorang anak yang tidak pernah lepas dari Bapa-Nya dan tiba-tiba harus mengalami perpisahan. Saya pernah menyaksikan hal ini berkali-kali. Anak yang biasa bertemu ayahnya setiap hari, namun suatu hari ketika bangun tidur tiba-tiba ia tidak menemukan sang ayah karena sang ayah memutuskan meninggalkan keluarganya. Perpisahan itu merupakan pengalaman yang mengerikan. Yesus dan Bapa adalah Satu, tidak pernah berpisah. Namun di saat penyalibanNya, Dia harus mengalami hal itu, Bapa memalingkan mukaNya dari sang Anak. SeruanNya yang menyayat hati “Eli, Eli, Lama sabakhtani?!” sebuah pertanyaan mengapa Sang Bapa meninggalkan diriNya, diserukan dengan sepenuh hati yang terluka.. hati yang tersayat. Menanggung hukuman yang bukan akibat ulah kita sendiri itu berat. Beberapa kali saya melakukan kesalahan yang jangankan untuk saya bereskan, untuk menanggung konsekuensi kesalahan itu pun saya tidak mampu sehingga akhirnya suami saya yang harus menanggung dan membereskannya. Bukan hal yang mudah baginya. Kesalahan yang bukan miliknya ditimpakan kepadanya. Sebagai manusia dia mengeluh dan menyampaikan kalimat protes, namun dalam kasihnya yang besar dan tulus terhadap istri, ia , tanpa saya suruh, dengan rela menanggung konsekuensi itu bagi saya dan membereskan kekacauan yang saya buat. Ya, Dia mampu melakukan itu, tapi tidak dengan mudah baik secara emosi maupun secara fisik. Pengalaman ini membawa saya pada gambaran penderitaan Tuhan Yesus bagi saya dan semua manusia berdosa. Ya, Yesus mampu menjalani hukuman dosa yang bukan akibat dosaNya karena ia tanpa dosa, namun itu bukan dengan mudah. Pengorbanan Tuhan Yesus, bukan pengorbanan yang mudah dan murah. Bersyukurlah bahwa Ia mengasihi kita sepenuhnya dan mau menanggung konseksuensi kekacauan dan dosa yang kita buat, namun jangan mempermainkan anugerahNya. Hargai apa yang sudah Tuhan Yesus perbuat bagi kita. PemberianNya jauh lebih mahal dari semua pemberian di dunia ini, karena Nyawalah yang diberikanNya dan Keselamatan kekal yang tidak mampu dihadiahkan oleh siapapun juga di dunia ini kepada kita selain oleh TUHAN sendiri. Hargai dengan memikirkan dan melakukan apa yang berkenan padaNya.

Senin, 14 April 2014

Sudut Kecil Realita Orang Pendiam

Setiap hari manusia disibukan dengan berbagi aktivitas yang menyibukan. Para pekerja dan pelajar bergegas menyambut hari bersama mentari yang bersinar. Waktu yang panjang tak ubahnya seperti sekecil jarum jam yang bergerak teramat cepat. Orang-orang sibuk dengan pekerjaan dan urusannya masing-masing. Suatu saat ku lihat sekelompok orang tertawa bercanda dengan riangnya. Terlihat seorang anak disudut ruangan duduk manis sambil memandang orang-orang tersebut. Lama ku perhatikan, ternyata dia hanya duduk menyendiri dan tak ada yang menemaninya sebagai teman berbincang. Dari kejauhan ia terlihat tenang dan menikmati kesendiriannya sehingga aku pun mengira ia terlihat seperti tak ada beban dan hanya tersenyum tenang. Akan tetapi, tahukan kita bahwa orang-orang yang sering duduk sendiri atau terpisah dari orang banyak mereka lebih membutuhkan teman? Mereka bersikap tenang karena berusaha menyembunyikan ketidak mampuannya dalam bersosialisasi dengan lingkungan. Nah, Sobat Sekalian! Apa sebenarnya hal-hal yang tersembunyi dibalik orang yang pendiam yang kebanyakan orang tidak ketahui? Orang pendiam mempunyai banyak perbedaan dari kebanyakan orang terutama dalam hal kepribadiannya. Hal yang paling menonjol adalah mereka labih suka menyendiri dan tidak suka dengan keramaian. Pada umumnya meraka mempunya emosi yang agak labil. Itu sebabnya kenapa saat marah terkadang mereka lebih menyeramkan (kayak yang buas aja ya?/he2) dari pada yang lain walaupun sangat jarang ditemukan. Biasanya orang yang pendiam cenderung agak lama dalam hal mengambil keputusan untuk menentukan tindakan meskipun tidak menutup kemungkinan juga mereka lebih menonjol dalam suatu hal. Terkadang kita lihat ada teman kita yang harus berdiam terlebih dahulu sebelum berbicara atau bertindak. Kenapa orang pendiam lebih suka menyendiri daripada bergaul dengan orang-orang? Ada beberapa alasan yang menyebabkannya. Pertama, terkadang mereka lebih nyaman ketika menyendiri karena biasanya orang pendiam tidak suka dengan keributan atau kebisingan. Tapi jangan salah, sekalipun menyukai kesendirian, mereka akan merasa diasingkan ketika sendiri dalam sebuah kelompok (jadi perhatikan temanmu ya). Yang kedua, pemikiran atau prinsip dapat melakukans suatu hal dengan kemampuan sendiri dan merasa tidak butuh orang lain akan mendorong seseorang untuk menyendiri. Percaya pada diri sendiri memang diperlukan, tapi ternyata tidak bagus juga jika terlalu berlebihan. Kemudian, seseorang tidak terlau aktif karena berusaha menutupi kekurangnya, baik itu karena tidak pandai berbicara atau sulit bergaul dengan orang lain. Akan tetapi terkadang ketika orang berdiam diri mungkin saja ia lebih memilih menjaga lisannya ketimbang mengucapkan hal yang tidak perlu. Meskipun hal-hal diatas terkesan sebagai kekurangan akan tetapi orang pendiam bukan berarti tidak mempunyai kelebihan. Jika kita mau melihat lebih jauh, terdapat banyak kelebihan yang dimiliki orang-orang yang cenderung berdiam. Karena penggunaan otaknya lebih dipakai untuk merenung dan berpikir, biasanya mereka akan lebih bisa mengontrol kamampuannya dalam memilah mana yang benar dan mana yang salah. Selain itu, kamampuan berimajinasi akan menjadikan seseorang berjiwa seni tinggi karena biasanya mereka menuangkan pendapat/idenya melalui karya yang dihasilkannya, baik itu berupa lukisan (Tapi jangan melukis mahluk bernyawa ya), karya ilmiah atau yang lainnya. Orang pendiam biasanya lebih unggul dalam hal eksak yang membutuhkan pemikiran ketimbang berhubungan langsung dengan praktek dalam hal sosialisai. Meskipun seseorang yang pendiam lebih suka menyendiri, tapi tahukah kita yang sebenarnya mereka butuhkan? Kita mungkin pernah melihat teman kita yang duduk sendirian jauh dari yang lain. Ia terlihat sangat tenang dan nampak menikmati kesendiriannya sehingga kitapun menjadi enggan untuk mendekatinya. Akan tetapi, pemikiran ini sepertinya harus agak di rubah. Pada kenyataannya orang tersebut akan lebih senang jika kita hampiri dan temani. Apakah kita tahu kenapa? Mereka akan merasa diakui karena yang benar-benar mereka butuhkan adalah ….. “Teman”. amsoni frank sihombing

Sabtu, 12 April 2014

Mencari Kebahagiaan

Alkisah, ada seorang pemuda sedang duduk dengan tatapan kosong mengarah ke hamparan air telaga. Dia sudah berkelana mendatangi berbagai tempat, tapi belum ada yang membahagiakan dirinya. Tiba-tiba terdengar suara sengau memecah kesunyian. “Sedang apa kau di sini, anak muda?” tanya seorang kakek yang tinggal di sekitar situ. Anak muda itu menoleh sambil berkata. ”Aku lelah, Pak Tua. Aku sudah berjalan sejauh ini demi mencari kebahagiaan, tapi perasaan itu tak kunjung kudapatkan. Entahlah, ke mana lagi aku harus mencari…” keluh si anak muda dengan wajah muram. “Di depan sana ada sebuah taman. Pergilah ke sana dan tangkaplah seekor kupu-kupu. Setelah itu aku akan menjawab pertanyaanmu,” kata si kakek. Meski merasa ragu, anak muda itu pergi juga ke arah yang ditunjuk. Tiba di sana, dia takjub melihat taman yang indah dengan pohon dan bunga yang bermekaran serta kupu-kupu yang beterbangan di sana. Dari kejauhan di kakek melihat si pemuda mengendap-endap menuju sasarannya. Hap! Sasaran itu luput. Dikejarnya kupu-kupu ke arah lain. Hap! Lagi-lagi gagal. Dia berlari tak beraturan, menerjang rerumputan, tanaman bunga, semak. Tapi, tak satu pun kupu-kupu berhasil ditangkapnya. Si kakek mendekat dan menghentikan si pemuda. ”Begitukah caramu mengejar kebahagiaan? Sibuk berlari ke sana kemari, menabrak tak tentu arah, bahkan menerobos tanpa peduli apa yang kamu rusak?” Si kakek dengan tegas dan melanjutkan, ”Nak, mencari kebahagiaan layaknya menangkap kupu-kupu. Tidak perlu kau tangkap fisik kupu-kupu itu, biarkan dia memenuhi alam semesta ini sesuai fungsinya. Tangkaplah keindahan warna dan geraknya di pikiranmu dan simpan baik-baik di dalam hatimu. Demikian pula dengan kebahagiaan. Kebahagiaan bukanlah benda yang dapat digenggam dan disimpan di suatu tempat. Ia tidak ke mana-mana, tapi ada dimana-mana. Peliharalah sebaik-baiknya, munculkan setiap saat dengan rasa syukur maka tanpa kau sadari kebahagiaan itu akan sering datang sendiri. Apakah kamu mengerti?” Si pemuda terpana dan tiba-tiba wajahnya tampak senang. ”Terima kasih pak Tua. Sungguh pelajaran yang sangat berharga. Aku akan pulang dan membawa kebahagiaan ini di hatiku..” Kakek itu mengangkat tangannya. Tak lama, seekor kupu-kupu hinggap di ujung jari dan mengepakkan sayapnya, memancarkan keindahan ciptaan Tuhan. Warnanya begitu indah, seindah kebahagiaan bagi mereka yang mampu menyelaminya. Setiap manusia menginginkan kebahagiaan. Tetapi sering kali mereka begitu sibuk mencarinya, tanpa menyadari bahwa kebahagiaan sesungguhnya tidak kemana-mana tetapi justru ada di mana-mana. Kebahagiaan bisa hadir di setiap tempat, di semua rasa, dan tentunya setiap hati yang selalu mensyukuri. About these ads

Satu Jiwa dalam Tubuh Berbeda – Itulah Sahabat

Periksalah kembali persahabatan yang pernah anda rajut. Apakah masih terbentang disana? Atau anda telah melupakan-nya jauh sebelum ini. Bekerja keras dan meniti jalan karier bukan berarti memisahkan anda dari persahabatan. Beberapa orang mengatakan bahwa menjadi pemimpin itu berteman sepi; selalu mengerjakan apapun sendiri. Memang pohon yang menjulang tingi berdiri sendiri. Perdu yang rendah tumbuh bersemak-semak. Demikianlah hidup yang ingin anda jalani? Bukan. Jangan kacaukan karier dengan kehidupan yang semestinya. Persahabatan merupakan bagian dari kehidupan anda. Binalah persahabatan. Anda akan merasakan betapa kayanya hidup anda. berbagi kesedihan pada sahabat, dapat mengurangi kesediahan. Berbagi kebahagiaan pada sahabat, memperkokoh kebahagiaan. Orang bijak bilang bahwa sahabat adalah satu jiwa dalam tubuh yang berbeda. Dan sahabat anda yang terdekat adalah keluarga anda. Barangkali, itulah mengapa bersahabat meringankan baban anda, karena di dalam persahabatan tidak ada perhitungan. Di sana anda belajar menghindari hal-hal yang tidak anda setujui, dan senantiasa mencari hal-hal yang anda sepakati. Itu juga mengapa persahabatan adalah kekuatan. Sebagaimana kata pepatah, hidup tanpa teman, mati pun sendiri.

Senin, 01 Juli 2013

SEPENGGAL RENUNGAN SAJA

Kenapa kita menutup mata ketika tidur? ketika menangis? ketika membayangkan? ini karena hal terindah di dunia tidak terlihat,, Ketika kita menemukan seseorang yang keunikannya sejalan dengan kita, kita bergabung dengan nya dan jatuh ke dalam satu keanehan serupa yang dinamakan cinta,, Ada hal-hal yang tidak ingin kita lepaskan, seseorang yang tidak ingin kita tinggalkan,, tapi melepaskan bukan akhir dari dunia, melainkan awal dari suatu kehidupan baru.. kebahagiaan ada untuk mereka yang menangis,mereka yang tersakiti, mereka yang telah dan tengah mencari, dan mereka yang telah mencoba.. karna mereka lah yang bisa menghargai betapa pentingnya orang yang telah menyentuh kehidupan mereka,, Cinta yang sebenarnya adalah ketika kita meneteskan air mata dan masih peduli terhadapnya, adalah ketika dia tidak peduulikanmu, dan kamu masih menunggu nya dengan setia.. adalah ketika dia mulai mencintai orang lain dan kamu masih bisa tersenyum dan berkata 'Aku turut berbahagia untuk mu' .. Apabila cinta tidak bertemu, bebaskan dirimu.. biarkan hati mu kembali ke alam bebas lagi.. kau mungkin menyadari bahwa kamu menemukan cinta dan kehilangannya.. tapi ketika cinta itu mati, kamu tidak perlu mati bersama cinta itu.. Orang yang bahagia bukanlah selalu mendapatkan keinginannya, melainkan mereka yang tetap bangkit ketika mereka jatuh.. entah bagai mana dari perjalanan kehidupan, kamu belajar lebih banyak tentang dirimu sendiri dan menyadari bahwa penyesalan tidak seharusnya ada, cinta mu akan tetap di hatinya, sebagai penghargaan abadi atas pilihan-pilihan hidup yang telah kita buat.. Lebih menyakitkan menangis dalam hati daripada menangis tersedu atau mengadu.. air mata yang keluar dapat di hapus, sementara air mata yang tersembunyi menggoreskan luka di hati yang tidak akan pernah hilang.. Mungkin akan tiba saat nya dimana kamu harus berhenti mencintai seseorang, bukan karna orang itu berhenti kita, melainkan karena kita menyadari bahwa orang itu akan lebih berbahagia apabila kita melepasnya.. Namun bila kau benar-benar mencintai seseorang, jangan lepaskan dia.. bila dia tidak membalasmu, barangkali dia tengah ragu dan mencari, jangan percaya bahwa melepaskan berarti kamu mencintai tanpa suatu balasan, mengapa tak berjuang demi cinta mu? mungkin itu lah cinta sejati mu.. Kadangkala orang yang paling mencintaimu adalah orang yang tak pernah menyatakn cinta padamu, karna takut kau berpaling dan memberi jarak, dan bila ia suatu saat pergi, kau akan menyadari ia adalah cinta yang tidak kamu sadari.. Maka mengapa kau tak mengungkapkan cintamu, bila kau memang mencintainya, meskipun kau tak tau apakah cinta itu ada juga padanya??????????? hhaahaha,,, postingan kale ni BERLE... MAUP DI DARAT Semoga Bermanfaat . AMS

Selasa, 25 Juni 2013

Asal-usul Marga Sihombing




Lumbantoruan merupakan salah satu marga dari suku Batak, diwarisi oleh semua yang bermarga Lumbantoruan, baik lelaki maupun wanita dari garis keturunan Bapak secara turun-temurun. Lumbantoruan yang pertama bergelar BORSAK SIRUMONGGUR, merupakan anak kedua dari Sihombing yang mempunyai 4 orang anaklaki-laki dengan urutan sebagai berikut:

Silaban gelar Borsak Junjungan
Lumbantoruan gelar Borsak Sirumonggur
Nababan gelar Borsak Mangatasi
Hutasoit gelar Borsak Bimbinan.

Marga yang diwarisi oleh keturunan masing-masing adalah Silaban, Lumbantoruan, Nababan, dan Hutasoit. Keempat gelar tersebut sering dipakai sebagai nama perkumpulan marga oleh keturunan yang bersangkutan di perantauan, atau sebagai nama nenek moyang dari marga yang bersangkutan. Misalnya marga Lumbantoruan, pomparan (keturunan) dari Borsak Sorumonggur.

Perlu dicatat bahwa mayoritas orang yang bermarga Lumbantoruan memakai marga Sihombing, sedangkan yang bermarga Silaban, Nababan, dan Hutasoit hanya sedikit yang memakaimarga Sihombing.

Mengingat keturunan dari masing-masing marga telah banyak jumlahnya, maka sejak puluhan tahun yang lalu telah disepakati oleh keturunan dari empat bersaudara: Silaban, Lumbantoruan, Nababan, dan Hutasoit untuk boleh saling mengawini. Artinya,lelaki dari masing-masing marga ini boleh mengawini perempuan marga lainnya dari kelompok empat marga yang bersaudara tersebut. Persetujuan nikah tersebut di dalam upacara tastas bombong.

MENGAPA MARGA ITU PERLU?

Sejak dulu Orang Batak telah mempunyai marga. Marga memegang peranan dalam adat istiadat, budaya, pergaulan, dan kehidupan sosial di lingkungan masyarakat Batak, khususnya dalam rangka melaksanakan falsafah Dalihan na Tolu. Selama- orang masih mengaku dirinya sebagai Orang Batak ia akan tetap memerlukan marganya di dalam penyelenggaraan adat istiadat, budaya, dan tata krama pergaulan di dalam masyarakat, sekalipun ia hidup di perantauan.

Selain itu, marga yang diwarisi secara turun temurun itu dapat berfungsi sebagai family name, yang umumnya pada banyak bangsa di dunia ini diwariskan kepada keturunannya. J adi, marga itu –umpanya Lumbantoruan– dapat berfungsi sebagai salah satu identitas.

SEJAK KAPAN MARGA LUMBANTORUAN ITU ADA?

Di dalam kehidupan sosial dan pergaulan Orang Batak, masing-masing orang yang semarga perlu mengetahui silsilah dan nomor silsilah masing-masing. Kenapa silsilah perlu diketahui adalah untuk membedakan teman semarga yang kita hadapi itu apakah merupakan haha doli (abang) atau anggi doli (adik). Sedangkan gunanya mengetahui nomor silsilah adalah agar kita mengetahui apakah teman semarga yang kita hadapi itu termasuk golongan Bapak, Kakek, Anak, atau Cucu.

Nomor silsilah nenek moyang kita, Borsak Sorumonggur adalah nomor 1. Nomor silsilah anaknya adalah nomor 2, sedangkan cucunya adalah nomor 3, demikian seterusnya. Apabila seorang memiliki silsilah bemomor 15, maka ia akan menyebut marga Lumbantoruan bemomor silsilah 14 sebagai Bapak dan yang bemomor silsilah 16 sebagai Anak.

Dengan memperhatikan nomor silsilah bermarga Lumbantoruan di Jabodetabek, nomor silsilah generasi Lumbantoruan yang hidup sekarang bervariasi, mulai dari nomor 14 sampai dengan nomor 19. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa marga Lumbantoruan sudah ada sejak sekita 3 - 4 abad yang silam.

DI MANAKAH TEMPAT BERMUKIM MARGA LUMBANTORUAN?

Semula, Sihombing bermukim di Pulau Samosir. Mungkin untuk memperoleh ruang hidup yang lebih baru dan lebih baik ia bersama keempat anaknya: Silaban, Lumbantoruan,

Nababan, dan Hutasoit pindah ke Tipang, seberang Danau Toba. Tipang terletak di pantai, selatan Danau Toba, pada tanah pesisir yang sempit, dikelilingi perbukitan yang cukup, tinggi di sebelah selatan, tidak jauh dari Bakara –tempat pemukiman Raja Sisingamangaraja.

Keluarga Sihombing beserta anak-anaknya cepat berlipat ganda di Tipang, hal yang membuat lahan persawahan dan pertanian yang terasa kurang. Oleh sebab itu, sebagian

keturunan Sihombing bermigrasi (pindah) ke dataran tinggi, atau disebut juga Humbang, Semula, keturunan Lumbantoruan mendirikan kampung dekat Lintongnihuta, namanya, Sipagabu. Dari Sipagabu inilah secara bertahap keturunan Lumbantoruan berpencar dii daerah Humbang, yaitu:

a) Lintongnihuta dan sekitarnya

b) Bahalbatudansekitarnya

c) Sibaragas dan sekitarnya

d) Sipultak dan sekitarnya

e) Butar dan sekitarnya.

Di tiga daerah pertama bermukim keturunan Hutagurgur Lumbantoruan, anak sulung Lumbantoruan. Di Butar dan sekitarnya bermukim keturunan Toga Hariara Lumbantoruan, anak kedua (bungsu) dari Lumbantoruan. Di keempat daerah tersebut marga Lumbantoruan merupakan mayoritas ketimbang marga-mara yang lain. Selain di empat daerah itu, keturunan Lumbantoruan juga berbaur dengan Silaban, Nababan, dll

Hutasoit di luar Humbang, persisnya di sekitar Pahae yang berbatasan dengan Angkola. Di Tipang sendiri sampai sekarang masih tinggal bermukim sekelompok Lumbantoruan keturunan Mambirjalang, dalam hal ini Pareme dan Nasorasabat.

Perlu juga diketahui tempat pemukiman ketiga marga keturunan Sihombing (Silaban, Nababan, dan Hutasoit) di Humbang, yaitu:

1. Silaban di Silabanrura, Butar
2. Nababan di Nagasaribu, Lumban Tonga-tonga Paniaran, Sipariama, dan Lumban Motung dan sekitarnya.
3. Hutasoit di Siborong-borong, Butar, Lintongnihuta, dan sekitarnya.

Untuk beberapa abad, persawahan dan pertanian di tempat pemukiman Lumbantoruan masih terasa cukup. Akan tetapi, seiring dengan percepatan pertumbuhan keturunan Lumbantoruan yang cepat berlipat ganda, persawahan dan pertanian pun semakin terbatas. Sejak itulah keluarga-keluarga Lumbantoruan bermigrasi ke tempat lain. Pada masa Perang Kemerdekaan, perpindahan keluarga-keluarga Lumbantoruan makin meningkat ke daerah Sumatera Timur. Secara bertahap hingga sekarang keluarga-keluarga Lumbantoruan (terlebih generasi mudanya) banyak yang pindah ke tempat lain, tersebar hingga ke kota-kota besar dan pulau-pulau lainnya.

Akibatnya sekarang, banyak kampung di Humbang, daerah asal Lumbantoruan, mayoritas penduduknya adalah orang-orang yang sudah tua. Banyak para pemuda meninggalkan kampung halamannya untuk sekolah atau untuk memperoleh hidup yang lebih baik. Di Jakarta, mereka mempunyai Parsadaan (perkumpulan) yang diberi nama Parsadaan Borsak Sirumonggur Sihombing Lumbantoruan Dohot Boru & Bere Se
Jabotabekdep dan sekitarnya.

SIAPAKAH YANG BERMARGA LUMBANTORUAN?

Yang bermarga Lumbantoruan adalah :

1. Pada dasarnya semua orang, lelaki dan wanita, yang mewarisi marga tersebut melalui garis bapaknya.
2. Semua perempuan non-Batak yang sudah diberi (diampehon) marga boru Lumbantoruan melalui proses adat atas permintaanya sendiri dan (calon) suaminya. Suaminya adalah bere dari salah satu keluarga Lumbontoruan, atau anak atau keturunanya dari saudara perempuannya.
3. Semua lelaki non-Lumbantoruan yang diadopsi oleh salah satu keluarga Lumbantoruan.

BAGAIMANA PEREMPUAN ATAU LELAKI NON-LUMBANTORUAN BISA MENJADI LUMBANTORUAN?

Seperti dikemukakan di atas sudah makin banyak keluarga Lumbantoruan yang berdomisili jauh dari daerah asal nenek moyangnya. Dalam situasi yang demikian perkawinan antar suku, bahkan antar bangsa tak terhindarkan. Oleh Sebab itu sudah makin banyak pemuda Lumbantoruan yang menikah dengan perempuan dari suku non-Batak.

Demikian pula para bere dari Lumbantoruan, yaitu anak atau keturunan dari ibu (boru) Lumbantoruan. Dalam hal ini banyak bere dari Lumbantoruan, yang bersama calon isterinya memohon kepada keluarga Lumbantoruan terdekat untuk memberi (mangampehon) marga kepada sang (calon) isteri tersebut . Dengan demikian praktis keluarga Lumbontoruan tersebut “harus” mengadopsi perempuan non-Batak dimaksud menjadi anaknya putrinya atas restu ketiga unsur marga sesuai dalihan na tolu.

Dengan pemberian marga itu, maka :

1. Bere itu mempunyai Hula-hula
2. Anaknya mempunyai Tulang
3. Cucunya mempunyai Bona Tulang
4. Anak cucunya mempuyai Bona ni Ari

Hal yang sama bisa terjadi pada lelaki non-Lumbantoruan, bisa menyandang marga Lumbantoruan melalui proses memberi (mangampehon) marga atas permintaan pihak

keluarga (calon) isteri lelaki dari suku non-Batak tersebut. Hanya memang, peristiwa ini sangat jarang, karena prosedumya lebih ketat dan memerlukan pertimbangan yang lebih matang. Dengan demikian terjamin hak dan kewajibannya dalam adat istiadat orang Batak sampai tiga keturunan
.

hurang lobi mohon di maklumi



AMSONI SIHOMBING


http://sihombing.forumfamilly.com/t1-asal-usul-marga-sihombing-lumbantoruan

SELAMAT NATAL IBU, TAHUN INI AKU TIDAK PULANG

Aku merenung sejenak menatap lampu jalanan yang sudah mulai menyala. Ku susuri perlahan trotoar berdebu itu dengan perlahan tanpa berniat un...